Salah satu penulis paling jenius yang pernah lahir pada abad ke-20 adalah Ernest Miller Hemingway.
Karya tulisnya yang paling fenomenal adalah trilogi besar yang terdiri dari The Sea When Young, The Sea When Absent dan The Sea in Being (yang belakangan akhirnya terbit pada 1952 dengan judul The Old Man and the Sea). Untuk salah satu trilogi-nya, The Old Man and The Sea sukses meraih Penghargaan Pulitzer di Amerika tahun 1953 dan Nobel di bidang sastra tahun 1954. Namun kisah hidupnya yang paling dikenang adalah nasib sial yang selalu menderanya.
Dia pernah mengalami luka-luka dalam dua kecelakaan pesawat terbang secara berturutan. Luka-luka Hemingway sangat serius; bahu kanannya, lengan dan kaki kirinya keselo, ia mengalami gegar otak yang parah, untuk sementara waktuu kehilangan daya penglihatan mata kirinya (dan daya pendengarannya di telinga kiri), mengalami kelumpuhan sphincter, tulang belakang, yang remuk, liver, spleen dan ginjal, dan yang robek, serta mengalami luka bakar pada tingkat pertama di wajah, kedua lengan dan kakinya.
Ia luka parah sebulan kemudian dalam sebuah kecelakaan kebakaran semak, yang membuat ia mengalami luka bakar pada tingkat kedua pada kedua kakinya, dada, bibir, tangan kiri dan bagian atas lengan kanannya. Akhirnya pada tanggal 2 Juli 1961 dia menembak kepalanya sendiri dan langsung mampus, mirip apa yang dilakukan oleh ayahnya, Clarence, yang mati dengan cara yang sama.